Kita: Ahli Taurat Masa Kini?


Kita: Ahli Taurat Masa Kini?
            Diawal periode kuliah disibukkan dengan melempar senyum yang seolah tak pernah putus melihat wajah-wajah baru yang lugu berpakaian putih dan hitam. Selalu dihiasi dengan kata-kata yang diyakini mengakrabkan , “dek”, “siapa namanya?”, “yakin masuk surga”? dan berbagai macam kata-kata “ampuh” yang seolah sudah dihafal mati. Ya, wajar memang. Pola yang terjadi adalah bagaimana kita bisa menyampaikan apa yang disampaikan orang [senior yang begitu cinta dipanggil “bang/kak” dan memanggil “dek”] seolah-olah setiap ucapan “mereka” adalah kebenaran itu sendiri. Maka, harusnya berucaplah terang-terangan tanpa tedeng aling-aling: “Dek, abang/kakak adalah sumber kebenaran loh. Kalau gak mau masuk ‘grup’ ya berarti gak selamat dan gak masuk surga”, daripada mencoba bermain kata-kata memperhalus realitas yang sebenarnya. Kenyataan dibalik kenyataan.
            Di pertengahan periode kuliah, disibukkan dengan segmentasi grup yang mulai terbentuk akibat mereka yang lugu masih dalam tahap mencoba-coba, ingin tahu, segan pada si abang atau si kakak. Sementara si abang dan si kakak sibuk membicarakan tentang konsep Tuhan dan penjabarannya. Ya, menjadi suatu hal yang cukup mengundang tanya besar. Kita ini mahasiswa Teologi atau mahasiswa Ekonomi? Kecenderungannya adalah jika menjadi mahasiswa Ekonomi, maka duduk manislah didepan kelas, mendengarkan dosen, rajin mencatat, rajin menghafal, ketika IP hanya turun 0,1 dari 3.8 menjadi 3.7 maka mengeluhlah, carilah sertifikat seminar sebanyak mungkin, menjadi kaum oportunislah pada dosen. Menjadi mahasiswa Teologi yang Masuk Angin maka menjadi konsultan gratis yang seolah tahu segala sesuatunya dan tempat curhatan atas nama kehendak Allah, menjadi penentu atas hidup sekelompok insan lugu [kalau tidak mau dikatakan bodoh], hanya suka berbicara tentang yang katanya “rohani”, mengasingkan insan lugu yang mungkin sadar tidak mau bergabung di “grup” karena toh si lugu tidak kan “selamat”, mengkambing-hitamkan “panggilan” dan “jawaban doa”serta diam membisu ketika berbicara peran vital sebagai mahasiswa Ekonomi.
            Ya, tahu diri adalah hal dasar yang urgen. Tahu bahwa diri adalah mahasiswa Ekonomi,bukan Teologi. Ya, katanya sih , Tuhan berdaulat atas semua sektor kehidupan. Maka yang menjadi tugas adalah terjun menggarami ilmu ekonomi itu sendiri, bukan terlalu sibuk menggumuli pemikiran berhala manusia ataupun mencoba menjauhkan ekonomi dari kacamata “kekitaan” seolah-olah itu hal yang berbeda. Ya jika tidak, lebih baik mundur dari mahasiswa Ekonomi dan menjadi mahasiswa baru di STT. Banyak kok STT yang mau menampung.
            “Harus fokus loh dek. Jangan diambil sana dan disini. Kita gak boleh mengabdi pada dua tuan………..”. Terlintas perkataan ini sejenak dikepala. Ya, menjadi hal yang sangat lucu memang karena kurang lebih tepat jika disebut sebagai Mahasiswa Teologi Masuk Angin. Panjang ya sebutannya. Disingkat saja menjadi MATE MA. Sialnya, si adek-adek lugu pun mengangguk-angguk dengan polosnya. Ya, kalau mengikuti logika seperti itu, berarti yang mengatakan pun sama saja. Jika kuliah adalah pelayanan dan begitu juga dengan “grup”, ya berarti sudah juga kepada dua tuan. Masak, hanya “satu grup dan grup lainnya” saja yang diperbandingkan? Namun, mari saja telisik asal mula dari kata-kata “ ………mengabdi pada dua tuan………. (Matius 6:19-24)”. Hal mengumpulkan harta, bukan hal fokus pada pelayanan. Ketawa terbahak-bahak sajalah ya jadinya melihat fenomena memelintir nats dan mengutip sedikit-sedikit tanpa kajian khusus.
Buatan manusia tetaplah buatan manusia, dengan segala kekurangannya. Namun, ya alangkah tidak eloknya ketika menyadari diri orang yang paling benar atau bahkan komunitas yang paling suci. Nah, sisi tersulitnya adalah ketika tidak pernah mau jujur akan fenomena busuk yang terjadi. Seolah tradisi adalah suatu kebenaran mutlak yang tanpa perlu dipertanyakan. Ketika ada yang mempertanyakan, maka siap-siap saja dianggap “sesat” dan bersiap untuk diasingkan atau “dibuang”.
Benarkah kita sedang menuju menjadi Ahli Taurat? Jujur sajalah menjawabnya. Tidak perlu menutupi apa-apa. Tapi, jangan asal jawab juga bos! Merenung dulu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERI REFLEKSI APRIL-JUNI 2023

SERI REFLEKSI #5/2021: WHAT DOESN'T KILL YOU MAKES YOU STRONGER (NIETZSCHE)

SERI REFLEKSI #04/2021: BERTOLAKLAH KE TEMPAT YANG LEBIH DALAM DAN TEBARKAN JALAMU!