SERI REFLEKSI#5: FREKUENSI MELIHAT KACA SPION SEHARUSNYA TIDAK LEBIH BANYAK DARI MELIHAT KACA DEPAN
Ilham-ilham di bulan September 2020. Mereguk mata air kearifan. Berikut selengkapnya.
Pertama,
Jadilah akademisi yang disetir oleh data dan informasi yang valid dan reliabel (mampu memodelkan simulasi-simulasi strategis organisasi berbasis data; mampu mengembangkan turunan-turunan analisis data dalam penelitian) sekaligus memiliki kemampuan untuk memperkaya tulisan (metafora, elaborasi imajinatif, sastrawi).
Kedua,
Pengetahuan yang berakar dalam sistem sosio-kultural masyarakat adalah pengetahuan tacit. Pengetahuan eksplisit sudah dikelola secara mekanis (algoritma) oleh teknologi informasi.
Ketiga,
Selalulah berpikir idealis atau memetakan dan mengevaluasi sesuatu serta merancang bagaimana seharusnya sesuatu itu. Tetapi, dalam bertindak, selalu bertindak realistis. Tidak semua dapat diubah sekejap. Ada keadaan yang harus diterima dulu sebelum pelan-pelan diperbaiki dan ada yang bisa langsung diubah dengan cepat. Pisahkan kedua situasi ini!
Keempat,
Yang tua menyediakan pengalaman, yang muda menjanjikan kebaruan. Dua masa usia ini tidak perlu dipertentangkan. Kolaborasi harus dikedepankan. Mentoring untuk transfer pengalaman dan nilai-nilai historis (melihat kaca spion) dan kepercayaan pada regenerasi dan perubahan (melihat kaca depan) adalah kunci kolaborasi tersebut. Tetapi, ingatlah bahwa melihat kaca spion tidak lebih banyak dari memandang kaca depan.
Kelima,
Jangan menjadi generasi yang ahistoris. Selalu pertanyakan dan evaluasi identitasmu. Identitasmu dibentuk dari trajektori sejarah keluargamu, sukumu, agamamu, negaramu, dan bahkan sejarah dunia ini. Harus melek sejarah!
Keenam,
Aset non fisik seperti pengetahuan berbeda kontras cirinya dengan aset fisik. Aset fisik bisa habis atau rusak jika dikonsumsi terus-menerus tetapi pengetahuan semakin berbuah dan berlipat ganda ketika dibagikan dan didialektikakan.
Ketujuh,
Dosen adalah orkestrator ekosistem pembelajaran. Catatan krusialnya adalah bahwa ekosistem pembelajaran tidak hanya kelas kuliah, tetapi juga organisasi intra dan ekstra kampus, NGO-NGO kritis, desa, dan bisnis (terutama UMKM dan koperasi). Tugas dosen adalah melibatkan semua tempat belajar tersebut sebagai kawah candradimuka bagi para mahasiswa dan saling berkoordinasi dengan pengurusnya untuk memantau kemajuan kematangan mahasiswa. Semakin banyak seorang mahasiswa mengalami eksposur pembelajaran di berbagai tempat yang tepat, semakin cepat ia matang, yaitu menjadi pembelajar yang kritis, cekatan (agile), tabah/tangguh (resillient), gigih (persevere), bergairah (passionate), adaptif, berjejaring, dan humanis.
Kedelapan,
In questions of science, the authority of a thousand is not worth the humble reasoning of a single individual (Galileo Galilei).
Kesembilan,
Betapa kita perlu memiliki bricolage capability yaitu kemampuan menggunakan apapun sumberdaya yang tersedia (using whatever is at hand). Tidak ada organisasi atau institusi yang sudah serba sempurna. Maka, gunakan apa adanya, atur ekspektasi, dan kreatif mencari solusi-solusi baru.
Kesepuluh,
Mau setinggi apapun jabatanmu, mau sebanyak apapun karyamu, mau sesenior apapun dirimu, karakter yang harusnya tidak lekang darimu adalah hospitality (kehangatan yang tulus, membumi) dan frugality (keugaharian).
Kesebelas,
Dunia spiritualitas adalah dunia yang terkoneksi dengan energi Illahi: dunia perenungan dan penjelajahan makna sejati kehidupan yang melampaui aturan-aturan ritualistik atau batasan institusi agama. Seseorang yang sudah berada di dunia ini memiliki mata batin atau kepekaan yang tajam untuk melihat sesuatu di balik sesuatu atau berpikir mengakar dan mendalam serta berbuat seturut dengan nilai-nilai kearifan yang diresapinya, bukan karena dorongan eksternal. Berpikir dan bertindak reaktif dan di permukaan saja tidak ada di dunia spiritualitas.
Keduabelas,
Biasakan selalu berpikir dan bertindak di mil kedua (going to the extra miles, beyond standard, energizing idealism). Jangan bekerja dengan business as usual!
Ketigabelas,
Esensi dari filosofi-filosofi adat Batak adalah menyayangi dan menghormati serta tahu menempatkan diri. Sebagai orang Batak, kita diajari untuk menyadari bahwa banyak orang sudah berkontribusi terhadap eksistensi kita, mulai dari keluarga inti, kerabat marga, tetangga, sekampung, bahkan termasuk para leluhur. Termasuk dalam hal sinamot: sinamot seharusnya bukanlah hal transaksional atau paksaan harga demi gengsi atau diukur dari kerja dimana atau tamatan S berapa. Sinamot sejatinya adalah simbol penghargaan setulus hati dari pihak lelaki ke keluarga calon pasangannya, semampu pihak lelaki atau tidak memaksakan diri. Harga diri dan kehormatan keluarga pasangan tidak dapat diukur dengan uang.
Keempatbelas,
Filosofi-filosofi luhur memang harus memiliki kendaraan operasionalisasinya (vechile) agar dapat secara konsisten dan sistematis dijalankan. Tetapi, harus ada saatnya mengevaluasi operasionalisasi tersebut untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan praktik dari arahan awal filosofi tersebut.
Kelimabelas,
What do great networkers do?
a. They are efficient and spend their time on the right things.
b. They are fluid in how they make connections.
c. They collaborate across organizational silos.
d. They know how to demonstrate both competence and warmth.
(Sumber: Harvard Business Review).
Keenambelas,
Aku sama sekali tidak terbeban untuk menyenangkan hati semua orang. Yang aku terbeban adalah bagaimana untuk tetap bisa berintegritas, berkinerja terbaik, dan kritis terhadap siapapun dan pada situasi apapun.
Ketujuhbelas,
Penerapan teknik berpikir desain untuk dosen: menjadi sahabat dan mentor bagi mahasiswa, sering mendengarkan keluhan-keluhan terkait proses pembelajaran, dan menggunakan masukan-masukan tersebut untuk merancang dan meluncurkan inovasi-inovasi pembelajaran (human centric/empathy, ideation, prototyping, launching).
Kedelapanbelas,
Nilai pendidikan di kampus adalah bukan tentang bagaimana mempelajari fakta-fakta sebanyak-banyaknya, melainkan tentang bagaimana melatih otak berpikir (Albert Einstein).
Kesembilanbelas,
Dunia hari ini adalah adanya ledakan informasi tetapi kita tidak kritis dan reflektif. Jadi, proses belajar di kelas yang harus dibangun dosen adalah latihan berpikir kritis melalui seni bertanya mendalam (the art of deep questioning/Socratic questioning). Seni bertanya mendalam ini adalah dosen selalu merangsang diskusi dan debat untuk mengeksplorasi perspektif mahasiswa dengan terus-menerus mempertanyakan "mengapa", memberikan antitesis (ide-ide berlawanan), dan menanyakan sikap atau standing point mahasiswa dalam isu/konsep yang dibahas. Mahasiswa pasti memberikan beberapa kata kunci yang dapat didalami oleh dosen dengan memberikan pertanyaan lanjutan. Intinya, filosofi dasarnya adalah mahasiswa bukanlah bejana kosong, tetapi mereka pasti memiliki persepsi, pengetahuan sebelumnya (prior knowledge), pengalaman, dan perasaan terkait materi apapun. Oleh karena itu, proses yang seharusnya terjadi bukanlah "menyuapi", tetapi membangun penciptaan pengetahuan bersama (knowledge co-creation).
Keduapuluh,
Filosofi pegari (emergence): Perubahan dunia yang sangat dinamis menjadi lahan basah untuk meriset berbagai fenomena atau konsep baru. Oleh karena itu, penggunaan kata emerging concept banyak digunakan di literatur manajemen karena berbagai istilah baru muncul untuk menjelaskan fenomena-fenomena tersebut.
Keduapuluh satu,
There can be no knowledge without emotion. We may be aware of a truth, yet until we have felt its force, it is not ours. To the cognition of the brain must be added the experience of the soul (Bennett, 1954).
Komentar
Posting Komentar