SERI REFLEKSI #6/2021: KARENA KEBENARAN ITU MEMERDEKAKANMU!




Apa sebenarnya arti sejati dari "Kampus Merdeka"? Apakah hanya sekadar kemerdekaan tempat belajar? Bagaimana dengan kemerdekaan berpikir dan bersuara kritis terhadap kekuasaan? Perenungan bulan Mei ini banyak berkisar di pertanyaan ini.

Pertama,
Salah satu cara krusial untuk menjadi orang objektif: Hindari ketergantungan emosional dan ketergantungan intelektual! Jangan pernah mengkultuskan seseorang/kelompok tertentu! Semua ada sisi terang, gelap, dan abu-abu selama masih hidup di dunia ini.

Kedua,
Kutipan dari akun @anthilemoon di Twitter:
Bounded learning is:
- Curriculum-based
- Shaped by institutions
- Focus on a final outcome

Unbounded learning is:
- Curiosity-driven
- Shaped by students
- Focused on the journey
We live in the best era for unbounded learning, let's embrace it. 

Ketiga,
Orang yang arif itu mengetahui kerapuhannya. Mengetahui batasan-batasannya. Tahu diri.

Keempat,
Refleksi yang disarikan dari streaming khotbah Pdt. Daniel K. Listijabudi (Dosen Fakultas Teologi UKDW) di GKI Gejayan, 27 September 2020:
"Solidaritas vs. Kenosis, penuh vs. kosong. Kita kebanyakan merasa 'penuh' karena label-label status 'kemuliaan/pujian' yang diberikan orang-orang. Kita seharusnya melepaskan semua label-label tersebut sehingga kita kosong. Hanya dengan menanggalkan label-label tersebut, kita siap terbuka lebar menyambut apapun dan membuka diri terhadap apapun. Inilah kerendahan hati teologis, bukan rendah diri: kesadaran hanya rahmat Tuhan  yang kita butuhkan. Pada titik ini, kita melihat diri kita sama dengan orang lain, tidak lebih pintar, dan tidak lebih-lebih lainnya."
Ada kutipan istimewa yang sangat kenotik dari doa Ignasius Loyola:
Take my heart, O Lord, take my hope and dreams
Take my mind with all its plans and schemes
Give me nothing more than Your love and grace
These alone o God, are enough for me

Take my thoughts, O Lord, and my memory
Take my tears, joys, my liberty
Give me nothing more than Your love and grace
These alone o God, are enough for me.

"Ini semua adalah latihan rohani agar orang rendah hati secara teologis. Orang seperti ini bisa bersyukur dalam segala sesuatu. Dia tidak akan menjadi pemburu status, pemburu harga, dan pemburu yang lain-lain. Untuk menjadi solid, Anda harus kosong dulu. Kosongkan label-label yang membuat Anda menutup diri terhadap rahmat Allah. Inilah kunci mengalami Kristus dan mengajak orang lain turut serta mengalamiNya. Semua harus Gloriam Dei: orkestrasi kemuliaan hanya untuk Dia."

Kelima, 
Jangan pernah berhenti membaca dan meringkas berbagai jurnal/buku walau tidak sedang menulis paper. Ada waktunya apa yang sudah dibaca tersebut dituangkan dan disintesiskan ketika menulis paper suatu waktu di masa depan. Narasi yang kaya dan tajam berasal dari pembacaan literatur yang ekstensif dan refleksi yang mendalam.

Keenam,
Apa beda periset dan praktisi? Semua orang bisa mengalami/mempraktikkan sesuatu, termasuk misalnya berbisnis. Tetapi, tidak semua mampu mengartikulasikan dengan baik apa yang dia alami. Tugas periset adalah mendalami dan mengartikulasikan pengalaman-pengalaman empiris orang-orang dipandu oleh berbagai kerangka teoretis dan metodologi riset yang tepat. 

Ketujuh,
Refleksi yang diadaptasi dari akun Twitter @TaufikDamas:
Kedewasaan dan kearifan adalah produk akal budi-hati, bukan produk umur. Umur hanyalah angka dari hari-hari yang telah Anda lewati. Kedewasaan dan kearifan tumbuh berkat olah hati (etika), olah pikir (literasi), olah karsa (estetika), dan olah raga (fisik tangguh).

Kedelapan,
Kita seharusnya values-driven, bukan karena dorongan impulsif dari orang lain. Bertindak berdasarkan nilai-nilai luhur (virtues/practical wisdom), bukan karena manipulasi eksternal.

Kesembilan,
Sedari kecil, kita telah mengalami proses pendidikan yang membungkam. Kebanyakan anak-anak tidak dibebaskan berpendapat dan biasanya langsung dipotong oleh yang lebih tua karena dianggap "belum cukup umur". Akibatnya, anak tumbuh menjadi anak yang tidak percaya diri dan takut menyuarakan pikirannya sendiri. Pendidikan yang merdeka harus dimulai dengan mendorong anak atau mahasiswa berani menyuarakan pikirannya sendiri secara kritis.

Kesepuluh,
Ternyata, padanan bahasa Indonesia dari passion adalah lentera jiwa. Berarti, mengikuti passionmu adalah menyalakan lentera jiwamu.

Kesebelas,
Tugas kampus bukan membuat mahasiswa-mahasiswa penghafal. Tugas kampus adalah menciptakan mahasiswa-mahasiswa yang suka belajar, suka penasaran, suka mempertanyakan, termasuk mempertanyakan kekuasaan. Dengan demikian, apapun konsep dan perkembangan baru yang muncul dewasa ini, mahasiswa dapat membentuk lingkungan atau setidaknya beradaptasi karena daya belajarnya tinggi. 

Keduabelas,
Kutipan dari akun Hafizhurrahman @MethodologistID:
Tujuan penelitian ada tiga, yaitu 1) Memverifikasi kebenaran dari pengetahuan yang sudah ada (verifikatif); 2) Mengembangkan pengetahuan yang sudah ada (developmental); 3) Menemukan pengetahuan baru (eksploratif).

Ketigabelas,
Orang/hal fisik dan nonfisik yang menjadi tempat kemelekatan terkuat kita akan menjadi ancaman terbesar kita. Ini paradoks dalam berspiritualitas. Too much love will kill you, kata grup band Queen.

Keempatbelas,
Mengapa seorang mentor harus arif dan berwawasan luas? Karena dalam mendidik dan mendorong pikiran kritis, mentor seharusnya sudah menguasai peta/medan keilmuan tertentu dan keterampilan andragogi sehingga tahu mau mengarahkan proses mendidik dari mana menuju kemana.

Kelimabelas,
Kunci mengerjakan banyak hal secara bersamaan dan berhasil menyelesaikannya (get things done!) adalah memiliki tim yang berintegritas, dapat diandalkan/etos kerja tinggi, dapat dipercaya, dan antusias. Menginvestasikan waktu untuk membangun tim seperti ini dapat dikatakan sudah menyelesaikan 50% dari pekerjaan.

Keenambelas,
Leadership matters in times of uncertainty, while managerialship matters in the age of stability.

Ketujuhbelas,
Sekarang, sumber belajar melimpah di internet tetapi terserak. Kemampuan krusial sekarang adalah kemampuan untuk mengumpulkan dan menyusun ulang sumber-sumber terserak tersebut mengikuti bingkai topik dan luaran pembelajaran yang dituju serta membuat sintesisnya.

Kedelapanbelas,
Milikilah Heart-Head-Hand: Hati yang tulus, kepala yang cerdik, dan tangan yang terampil!

Kesembilanbelas,
Filosofi belajar "Kampus Merdeka" nampaknya masih di level pembelajaran eksperiensial, kemerdekaan tempat belajar dan praktik langsung. Sejatinya merdeka adalah masuk ke level pembelajaran transformatif yang diusulkan oleh Paulo Freire dan ahli-ahli pendidikan kritis lainnya. Ini perlu kajian lebih lanjut, merdeka belajar itu apa sih sebenarnya secara filosofis?
  




Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERI REFLEKSI APRIL-JUNI 2023

SERI REFLEKSI #5/2021: WHAT DOESN'T KILL YOU MAKES YOU STRONGER (NIETZSCHE)

SERI REFLEKSI #04/2021: BERTOLAKLAH KE TEMPAT YANG LEBIH DALAM DAN TEBARKAN JALAMU!