Revolusi Pendidikan Indonesia



Revolusi Pendidikan Indonesia
 “Manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”
- Immanuel Kant-
Indonesia saat ini tengah mengalami krisis mental yang akut. Kita sebagai manusia Indonesia kehilangan jati diri, identitas kebangsaan dan karakter Pancasila. Manusia Indonesia saat ini berwajah tak tentu, bermoral jelek, dan mudah terpengaruh pada berbagai macam budaya asing tanpa ada usaha sedikit pun untuk menyaringnya. Contoh kasusnya tidak jauh-jauh. Setiap hari berita yang kita saksikan di berbagai media, baik media elektronik, cetak maupun online  adalah berita-berita kriminal dan berbagai macam tindakan immoral lainnya. Jarang sekali berita prestasi anak bangsa. Kemudian, mari kita lihat disekitar kita. Suami/istri selingkuh, kenakalan remaja yang menjadi-jadi, dan berbagai konflik antar pribadi dalam masyarakat. Berbagai realitas sosial seperti ini memaksa kita untuk berpikir ulang mengenai apa yang salah dalam kehidupan kita dan berpikir ulang mengenai cara kita memandang manusia, yang mungkin selama ini salah.  Tetapi, satu hal yang jelas adalah bahwa pendidikan kita telah gagal dalam upaya memanusiakan manusia Indonesia. Seharusnya, kita sadar bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan kepribadian yang utuh. Bahkan, pendidikan adalah jalan untuk kembali kepada hakikat manusia yang sesungguhnya. Manusia yang betul-betul manusia.
Bukankah dengan didorong oleh rasa keprihatinan yang dalam terhadap kondisi manusia Indonesia kita tidak tergerak untuk melakukan revolusi pendidikan di Indonesia? Mau sampai kapan institusi pendidikan kita seperti universitas dijadikan sebagai industri penghasil laba dan perusahaan penghasil “keledai” ataupun “robot” , bukan sebagai rumah kaum intelektual?
Revolusi adalah perubahan yang  mendasar dalam suatu bidang. Sekali lagi, perubahan mendasar. Artinya, kita mengkaji kembali secara menyeluruh dan dimulai dari tiga masalah pokok: apa arti pendidikan, tujuan pendidikan dan dengan cara apa tujuan pendidikan itu dapat tercapai. Dengan mengkaji ulang ketiga hal ini diiringi cara pandang yang benar terhadap siapa itu “manusia” maka kita akan menyelamatkan bangsa Indonesia dari kebobrokan moral. Jadi, mari merenung dalam-dalam tentang siapakah “manusia” dan untuk apa “manusia” ada.

Robot atau Manusia?
            Penulis teringat pada satu motto universitas negeri. Mottonya adalah University for Industry. Kemudian teringat lagi tentang peraturan pendidikan di daerah asal penulis bahwa jam sekolah di perbanyak, dengan pemakaian waktu hanya untuk proses belajar mengajar. Lain lagi, permasalahan ijazah dan gelar. Bahwa sekarang ini, manusia Indonesia lebih mementingkan ijazah dan gelar daripada ilmu pengetahuan itu sendiri. Asal punya gelar banyak, tapi kosong kualitas akan diutamakan dalam jajaran birokrasi. Jajaran tenaga pendidik pun punya motto khusus, yaitu datang lama, pulang cepat. Aih.
            Pertanyaannya adalah kita ini robot atau manusia? Mengapa tujuan pendidikan sekarang ini adalah hanya untuk ingin cepat bekerja? Memangnya, apakah hidup sekedar sekolah, kerja, nikah,dan meninggal? Para punggawa universitas – universitas yang bermotto seperti diatas, garisbawahilah ini. “Anda tidak sedang mengelola universitas, tetapi perusahaan yang menghasilkan “robot-robot” setiap tahun dan yang menghasilkan “keledai-keledai” setiap tahun. Karena bagi seorang [bukan seekor] keledai, hidup ini hanyalah soal untung dan rugi.” Universitas adalah rumah kaum intelektual dan rumah pergerakan, bukan ladang bisnis yang menjadikan mahasiswa sebagai robot. Mahasiswa adalah manusia, bukan mesin. Manusia Indonesia. Jangan jadikan kampus sebagai ajang pencarian gelar dan ijazah. Kita belajar untuk hidup dan memuliakan Sang Pencipta, bukan ajang pencarian nilai A, B, C,D, E. Banyak sekarang anak muda bangsa ini tertekan dan bunuh diri hanya karena penggolongan sistem nilai seperti ini.
            Hai, para pembuat kebijakan! Marilah pakai akal sehat yang tulus, jika selama ini kenyataannya anda tidak memakainya. Karakter adalah yang terutama dalam proses pendidikan. Jangan lagi membuat para peserta didik tersiksa akibat hanya dicekoki hal-hal teoritis. Pengembangan bakat dan talenta serta pendidikan karakter mereka lebih penting dan harus diutamakan. Mengapa? Supaya nantinya, Ibu Pertiwi tidak menangis ketika gelar sangat banyak yang didapatkan didalam maupun luar negeri, namun masuk Hotel Pro Deo Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, jika pengembangan talenta dan pendidikan karakter tidak diutamakan, lulusan institusi pendidikan hanyalah robot-robot. Jangan lagi aborsi kemanusiaan.
Pendidikan Moral Pancasila
Pancasila adalah pandangan hidup kita. Lebih dari itu, Pancasila adalah filsafat dasar seluruh ilmu pengetahuan yang dipelajari di Indonesia, sehingga sesuai dengan konteks Indonesia. Begitu pula dengan kurikulum pendidikan. Manusia Indonesia harus di-Pancasila-kan dengan membuat pendidikan karakter berbasiskan Pancasila sebagai santapan utama para peserta didik di SD, SMP dan SMA. Mengapa Pancasila? Karena Pancasila menjelaskan dengan utuh mengenai siapa dan bagaimana “manusia”, khususnya Manusia Indonesia. Perguruan Tinggi harus melaksanakan Tridharma yang berbasiskan Pancasila. Setiap bidang keilmuan harus dimodifikasi. Pancasila harus diletakkan sebagai dasar filsafat ilmu tersebut dan juga digunakan sebagai etika penerapan dalam pemecahan berbagai masalah di Indonesia.  
Hai, semua manusia Indonesia! Jadilah seorang manusia supaya bisa memanusiakan manusia. Manusia Pancasilais.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SERI REFLEKSI APRIL-JUNI 2023

SERI REFLEKSI #5/2021: WHAT DOESN'T KILL YOU MAKES YOU STRONGER (NIETZSCHE)

SERI REFLEKSI #04/2021: BERTOLAKLAH KE TEMPAT YANG LEBIH DALAM DAN TEBARKAN JALAMU!